“Sesuatu
yang diulang-ulang baik atau buruk, akan mencirikan diri kita, lalu menjadi
karakter diri kita, lalu sempurnalah menjadi kita sendiri!”.
Orang
yang sekali telat, dua kali telat, tiga kali telat, dan dia terus melakukan pengulangan-pengulangan
tersebut maka jadilah dia sebagai si tukang telat.
Sama
halnya dengan orang yang suka bohong, lalu diulagi lagi dan lagi. Karena sudah
terbiasa berbohong dalam setiap fakta sempurnalah dia menjadi sosok pembohong.
Orang
yang biasa genit, yang bermula dari sekedar iseng, kian hari akan kian
terbiasalah ia mengulang-ulang kegenitannya. Sehingga terkenallah ia dengan
julukan si genit.
Kita
yang biasa lebay dalam setiap kata-kata yang keluar dari mulut, dan selalu
mengulang kelebay’an-kelebay’an kita ketika berbicara, maka jadilah itu sebagai
karakter sejati kita.
Begitulah
suatu hal yang diulang secara terus-menerus akan berubah menjadi kebiasaan,
lalu terwujudlah sebagai karakter sejati kita. Tanpa terkecuali, entah itu baik
ataupun buruk!
Semakin
kita lakukan dan biasakan, maka itu akan benar-benar sempurna menjadi karakter
kita.
So,
rumusnya sangat mudah dicerna, jika kita ingin menjadikan karakter sejati kita
sebagai “si baik”, maka rintislah, kondisikanlah, paksakanlah diri kita untuk
membiasakan diri berbuat yang baik-baik. sebaliknya, jika kita merintis dan
melatih diri kita dengan hal-hal yang buruk, membiasakan untuk mengulanginya,
lalu diulangi lagi dan lagi, maka jadilah kita sebagai “si buruk”.
Itulah
hukum kausalitas “the power of repetition” : timbal-balik kebiasaan mengulang
sesuatu baik atau buruk, yang kemudian menguasai alam bawah sadar kita, lalu
mengantar kita menjadi sosok baik atau buruk itu sendiri. Parahnya, kita sering
gagal memahami bahwa apa yang dibayangkan menarik dan indah itu sesungguhnya
hanyalah kesemuan, bukan kesejatian.
Sungguh
sangat gak etis, logis, dan gentle untuk melimpahkan dampak perilaku kita pada
orang lain dengan dalih apa pun. Karena sejatinya kita sendirilah yang
merintisnya, mengulanginya, membiasakannya, lalu jadilah itu wajah yang melekat
pada diri kita!
Ini
gak bermakna bahwa si pendosa akan selamanya jadi seorang pendosa. Kebiasaan
berbuat buruk dan dosa sebenarnya sangat bisa direvolusi, dengan cara untuk
tidak mengulangi kebiasaan-kebiasaan lama itu. Memang berat dan sulit, karena
ini sudah jadi kebiasaan. Namun bukan berarti tidak bisa. Akan selalu ada pintu
bisa untuk siapa pun dalam mengubah kebiasaanya, pengulangannya, karakternya
untuk berubah menjadi lebih baik!
Inilah
sebabnya pintu taubat selalu dibuka oleh-Nya, karena Dia selalu memberikan
pilihan bebas bagi kita, untuk menentukan diri kita sendiri, ingin menjadi
siapa atau apa?!
Ini
pulalah sebabnya kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya kelak,
berdasarkan pilihan-pilihan bebas yang kita ciptakan sendiri, biasakan sendiri,
dan ulangi sendiri.
Jadi
tentukan pilihanmu sekarang!
Terinspirasi dari salah satu buku karya Edi Mulyono.
0 komentar:
Posting Komentar