“Cinta tak harus memiliki”. Kata bijak ini telah banyak diperdengarkan oleh anak2 muda yang sadar akan makna cinta. Mereka meyakini bahwa cinta tak dapat dipaksakan, apalagi dipalsukan. Cinta hanya bisa berkembang dalam hati orang yang sama-sama menyayangi, mengasihi, dan saling setia.
Seringkali,
kita mencintai seseorang dengan segenap jiwa raga serta tulus hati. Tetapi,
orang yang kita cintai belum tentu mencintai pula. Bagaimana sikap kita
sebaiknya? Marah? Benci? Atau, justru bermusuhan?
Saudaraku,
cinta adalah urusan hati, dan khusus urusan yang satu ini tak ada kekuatan apa
pun yang bisa mencampurinya. Jika hati tidak cinta, maka jangan dipaksa, sebab
akan menyiksa perasaan orang yang kita cintai sendiri. Tegakah kita menyiksa
perasaan orang yang sangat kita cintai? Apakah ini yang dinamakan cinta tulus
dan suci? Saya meragukan cinta orang yang bersikap demikian.
Sikap
benci dan memusuhi juga bukan menunjukkan cermin cinta tulus. Apakah jika orang
yang kita cintai diambil orang lain lantas marah, bahkan membencinya merupakan
cermin cinta tulus? Sepertinya bukan!. Sebab, pada dasarnya orang yang kita
cintai bahagia maka kita juga akan merasakannya. Justru cinta yang demikian merupakan
cinta egois yang tak memperdulikan perasaannya.
Nah,
kita jadi tau bagaimana menyikapi cinta bertepuk sebelah tangan ini. Meski kita
sadari dengan sepenuh hati bahwa cinta tak harus memiliki. Saya justru berkeyakinan
besar kepada Allah Swt, mungkin sesuatu yang sangat kita cintai belum tentu
terbaik bagi kita. Artinya, seandainya orang yang dicintai benar2 jatuh dalam
pelukan kita, dikhawatirkan akan menjadi lemah iman. Atau sebaliknya, yakni
kita belum mampu manjadi imam bagi orang seperti dia. Dalam hal ini Allah Swt
berfirman :
“Diwajibkan atas
kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi,
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216).
Dalam ayat diatas, Allah menegaskan
bahwa seringkali kita membenci sesuatu, padahal itu adalah sangat baik. Sebaliknya,
bisa jadi kita sangat menyenangi sesuatu, tetapi hal itu sangatlah buruk. Contoh
sederhananya adalah pacaran. Hampir semua laki2 dan perempuan menyukai ini,
tetapi sesungguhnya perbuatan tersebut amatlah buruk dihadapan Allah Swt.
Oleh
karena itu, cintailah apa2 yang dicintai Allah, jangan mencintai yang telah
dibenci-Nya. Sebab, mencintai sesuatu yang dibenci Allah dan membenci sesuatu
yang dicintai Allah akan berbuah keburukan. Hanya dengan cinta yang demikian
inilah hati bisa lega terhadap segala hal yang terjadi dengan cinta kita, baik
ditolak maupun diterima.
Mudah-mudahan
dengan renungan singkat ini, kita tidak akan bersikap semena-mena kepada siapa
pun. Semua manusia mempunyai cinta. Kita semua ingin mendapatkan apresiasi
sebaik mungkin dari orang2 yang kita cintai. Ingatlah, perasaan orang yang
membenci (walaupun kita mencintainya) adalah sama dengan perasaan kita ketika
membenci seseorang, walaupun orang tersebut mencintai.
Wallahu
a’lam bishawab.
0 komentar:
Posting Komentar